Ada dua orang kakak-beradik, yang muda
Alyosha namanya. Dia dijuluki "Botol" karena suatu hari ibunya
menyuruhnya mengantar sebotol susu kepada istri pendeta dan dia tersandung
sehingga botolnya pecah. Ibunya memukulinya dan teman-temannya mulai
mengejeknya dengan julukan "Botol." Alyosha si Botol - adalah
julukannya sejak saat itu.
Alyosha berbadan kurus, telinganya tinggi
sebelah (menjorok seperti sayap) dan hidungnya besar. Dia sering digoda
tema-temannya. "telinga Alyosha mirip anjing nongkrong di atas
bukit." Di desanya ada sekolah, tetapi Alyosha tidak begitu pandai, di samping
itu dia tidak punya waktu untuk belajar. Kakaknya bekerja di kota di rumah
seorang saudagar. Oleh karena itu Alyosha harus membantu bapaknya sejak dia
mulai bisa berjalan. Dia harus menggembala kambing dan sapi di padang pasir
bersama adik perempuannya yang masih kecil. Setelah umurnya bertambah, dia
harus mulai memelihara kuda waktu siang dan malam. Ketika umur mencapai dua
belas tahun, dia menjadi sais kereta bapaknya. Tubuhnya tidak begitu kuat,
tetapi dia tangkas bekerja. Wajahnya selalu ceria. Kalau teman-teman
menertawakannya, dia diam saja dan mendengarkannya. kalau ayahnya membentak,
dia diam saja dan mendengarkannya. Begitu ayahnya selesai membentaknya, dia
tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
"Saya kira pengganti Simon adalah
laki-laki dewasa, " kata saudagar sambil memperhatikan Alyosha dari ujung
kaki sampai ujung rambut. "Ternyata saya dapat anak ingusan. Bisa apa dia
di sini? Apa gunanya dia di sini?"
"Dia bisa melakukan apa saja - dia
bisa memasang kuda atau sapi pada kereta dan disuruh mengambil apa saja dan
kalau bekerja dia seperti kesetanan. Kelihatannya saja dia lemah tetapi dia
tidak mengenal lelah."
"Baiklah, tampaknya kita perlu
mencobanya."
"Yang penting lagi dia tidak pernah
membantah. Dia lebih suka bekerja daripada makan."
Begitulah Alyosha mulai tinggal di rumah
sang saudagar.
Keluarga saudagar itu tidak besar. Ada
istrinya, ibunya yang sudah tua dan anak laki-lakinya yang paling besar yang
sudah menikah, sekolahnya tidak selesai dan dia berdagang bersama ayahnya. Anak
laki-lakinya yang satu lagi pendidikannya baik, sekolahnya selesai dan sempat
kuliah beberapa lama sebelum dikeluarkan dari universitasnya dan sekarang
tinggal di rumah; kemudian ada anak perempuan yang masih SMA.
Pada mulanya mereka tidak menyukai Alyosha.
Dia terlalu kampungan dan tidak tahu sopan santun dan bahkan tidak tahu bahasa
Rusia yang pantas digunakan ketika dengan orang-orang yang kastanya lebih
tinggi. Tetapi tak lama kemudian mereka mulai terbiasa dengannya. Ternyata dia
pekerja yang lebih baik daripada kakaknya. Memang betul ternyata dia tidak
pernah membantah ketika mereka menyuruhnya dan dia selalu melakukannya saat itu
juga, dengan semangat, dan tanpa istirahat antara satu pekerjaan dengan
pekerjaan berikutnya. Dan di rumah saudagar itu Alyosha diperlakukan seperti di
rumahnya saja - semua pekerjaan ditimpakan kepadanya. Semakin rajin dia bekerja
semakin ditumpuk pekerjaan di atas pundaknya. Istri saudagar, ibunya, anak
perempuannya, anak laki-lakinya, dan pelayannya, dan tukang masaknya, semua
menyuruhnya kesana kemari; melakukan ini dan itu. Yang selalu terdengar adalah,
"Cepat ambil ini, " atau "Alyosha, kerjakan ini," atau
"Alyosha, jangan pura-pura lupa kamu" atau "Alyosha, awas jangan
lupa!" Dan Alyosha lari kesana kemari tak ada hentinya, selalu ada yang
dikerjakannya, atau dijaganya dan tidak pernah ada yang dilupakan dan dia
mengerjakan semuanya dan selalu tersenyum.
Tak lama kemudian sepatu bot yang dia
warisi dari kakaknya rusak dan tuannya membiarkannya memakai botnya yang butut
itu dengan jari-jari kakinya yang bermunculan keluar sebelum dia memesankan
yang baru di pasar. Bukan main senang hati Alyosha memakai sepatu bot yang
baru, tetapi kakinya tetap kaki yang lama, sehingga sore harinya dia merasa mau
mati karena kakinya sakit sekali sehingga dia marah-marah kepada sepatu botnya.
Alyosha khawatir ayahnya akan marah waktu datang untuk mengambil gajinya kalau
tahu bahwa si saudagar memotongnya untuk mencicil sepatu botnya.
Waktu musim dingin, Alyosha bangun sebelum
matahari terbit, membelah kayu, menyapu halaman, memberi minum kuda dan sapi.
Kemudian dia menyalakan kompor, menyikat pakaian tuannya, memanaskan
ketel-ketel setelah membersihkannya, lalu pelayan tuannya akan memanggilnya
untuk memindahkan barang dagangan atau, jika tidak, tukang masak akan
menyuruhnya menguliti roti dan membersihkan nampan. Kemudian mereka akan
menyuruhnya ke kota menyampaikan pesan atau menjemput anak perempuan tuannya
atau memebli minyak lampu untukm ibu tuannya. Dan selalu ada yang mengatakan,
"Ke mana saja kamu begitu lama!?" Atau " Mengapa kamu mesti rpot
sendiri? Biar saja Alyosha yang mengerjakan. Alyosha, Alyosha"! Dan
Alyosha akan lari menyelesaikannya.
Kalau sampai dia akan menyambar makanan
sekenanya, dan biasanya dia tidak bisa plang sebelum waktu makan malam sehingga
dia tidak pernah makan bersama-sama orang lain. Tukang masak akan marah-marah
kepadanya karena terlambat makan, tetapi dia masih kasihan kepadanya dan
menyisihkan makanan yang hangat untuknya makan siang dan malam. Waktu persiapan
menghadapi liburan adalah waktu yang betul-betul banyak pekerjaan, begitu juga
selama liburan. dan Alyosha menyukai liburan karena dia akan menerima tip -
walau tidak banyak, kira-kira enam puluh kopek, tetapi tip itu akan menjadi
miliknya sendiri. Dia bisa menggunakannya sesuka hati. Sementara upahnya setiap
pekan, tidak pernah dia melihatnya. Ayahnya akan datang mengambilnya dan yang
Alyosha dengar dari mulutnya ayahnya itu tidak lain keluhan betapa cepat sepatu
botnya rusak.
Ketika dia berhasil menabung sebanyak dua
rubel dari tipnya, dia ikuti nasihat tukang masak untuk membeli jaket rajutan
yang berwarna merah. Bukan main senang hatinya ketika memakainya, wajahnya tak
henti berseri-seri.
Alyosha tak pernah banyak bicara dan kalau
dia bicara kalimatnya singkat dan putus-putus. Dan kalau dia disuruh melakukan
sesuatu dan ditanya bisa atau tidak dia melakukannya, dengan cepat dia selalu
menjawab, "tentu saja bisa" dan segera dia mengerjakan yang
disuruhkan kepadanya.
Begitulah hidup Alyosha selama satu
setengah tahun, dan tiba-tiba, setelah satu setengah satu tahun itu, sesuatu
hal yang belum pernah dia alami selama hidup terjadi kepadanya. Dan hal itu,
adalah sesuatu yang mengherankan bautanya; tiba-tiba dia sadar bahwa ada
hubungan antara manusia lain yanh tidak didasrkan pada kebutuhan seseorang akan
sesuatu dari orang lain. Namun, ada hubungan spesial: bukan seseorang yang
harus membersihkan sepatu bot atau harus mengambil bungkusan disuatu tempat
atau memasang pakaian kuda, tetapi seseorang yang tidak betul-betul
diperlukan orang lain tetapi masih dibutuhkan oleh orang lain tersebut, dan
dibelai, dan bahwa dia, Alyosha adalah orang itu. Dan dia belajar tentang ini
semua dari tukang masak, Ustinya. Ustinya adalah seorang anak yatim, masih
muda, yang bekerja seperti Alyosha. Dia mulai mulai merasa kasihan kepada
Alyosha dan untuk pertama kali kalinya Alyosha merasa bahwa dia - dirinya
dibutuhkan oleh orang lain. Ketika ibunya merasa kasihan kepadanya, dia tidak
pernah memperhatikannya karena buatnya iru adalah yang sudah sewajarnya - sama
halnya dia merasa kasihan pada dirinya sendiri. Tetapi sekarang tiba-tiba dia melihat
bahwa Ustinya ini, yang bukan saudaranya sama sekali, merasa kasihan kepadanya,
dan dia akan menyisakan buatnya sereal bermentega dalam panci dan kemudian
sambil bertopang dagu menyaksikannya makan. Dan Usitiny akan meliriknya dan
tertawa dan dia pun akan tertawa.
Hal ini sama sekali baru dan aneh buatnya
sehingga pada mulanya Alyosha merasa takut. Dia merasa hal ini bisa merubah
kebiasaannya dalam bekerja. Tetapi dia merasa berbahagia, dan ketika dia
melihat celananya yang diperbaiki oleh Ustinya, dia menggeleng-gelengkan
kepalanya sambil tersenyum. Ketika dia sedang bekerja atau sedang berjalan ke
suatu tempat, dia sering ingat Ustinya dan katanya, "ya, Ustinyalah
orangnya!" Ustinya membantunya sebisanya dan dia membantunya juga. Dia bercerita
tentang dirinya, bagaimana dia kehilangan kedua orang tuanya, bagaimana
tantenya telah membesarkannya, dan bagaimana dia mendapatkan pekerjaan di kota
ini, bagaimana anak tuannya pernah mencoba membujuknya untuk melakukan suatu
ketololan dan bagaimana dia rasanya ingin membunuhnya. Dia suka
mendengarkannya. Alyosha mendengar bahwa bahwa seorang anak desa yang bekerja
di kota sering kemudian kawin dengan seorang tukang masak. Dan suatu hari
Ustinya bertanya kepadanya apakah dia akan dikawinkan segera. Alyosha berkata
tidak tahu tetapi dia tidak suka dikawinkan dengan gadis desa.
"Oh, sudah ada gadis yang jadi
incaranmu rupanya?" kata Ustinya.
"Ya. Saya ingin mengawininya. Mau
gak?"
"Betul katamu, Botol? Ah, si Botol
main tembak langsung dengan pertanyaannya, " kata Ustinya sambil memberi
tepukan ringan pada punggung Alyosha. "Kenapa saya tidak mau?"
Pada hari terkahir sebelum puasa "Rabu
Abu", ayahnya datang untuk mengambil gajinya. Istri saudagar pada waktu
itu sudah tahu bahwa Alyosha berpikiran untuk mengawini Ustinya, dan dia
tidak senang akan hal itu. "Ustinya akan hamil dan apa gunanya dia di sini
kalau dia punya anak"? katanya kepada suaminya.
Disalin dari Majalah Horison edisi Juni 1997, terjemahan oleh M. Fuad dari edisi bahasa Inggris, The Portable 20th Century Russian Reader, by C. Brown, Penguin Book, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah sempat mampir. Jangan bosan ya.. :-)